GAYA BERPIKIR DAN DISKUSI DALAM RANAH KEHIDUPAN DIKAMPUNG(KU)

Ariadi Azhari
Pada suatu malam, tepatnya malam Jum'at, setelah melakukan rutinitas Barzanjian secara berjamaah, di adakanlah sebuah musyawarah yang di hadiri sekitar 25 orang tokoh dari setiap RT., setempat. Sebelum musyawarah di mulai, para tokoh mempertanyakan masalah apa saja yang akan di perbincangkan dalam musywarah tersebut, setelah mengetahui masalah apa yang akan dibahas. Kemudian sebagian hadirin bertanya, kemana pihak yang mengundang di surat itu? Akhirnya terpaksa dijawab tidak tahu, karena Kyai atau penghulu selaku mengetahui undangan tersebutlah yang hadir, dua anggota yang mengundang ini tidak hadir karena alasannya yang masih amburadul atau tidak jelas. Sehingga sebagian hadirin yang bertanya tentang hal tersebut mempermasalahkan karena ketidakhadiran dua orang yang selaku bertanda tangan dalam surat undangan tersebut. Keributan pun tak terbendung untuk sementara. Akhirnya, mau tidak mau, musyawarah pun dimulai dengan anggota yang sudah hadir di tempat.

Di bukalah musyawarah dengan kalimat Al-Basmalah. Moderator memberikan sebuah paparan terhadap masalah yang di musyawarahkan, audiens yang lain hanya terdiam untuk menyimak pemaparan dari moderator musyawarah. Setelah pemaparan dari moderator telah usai, sesi tanya jawab pun dibuka atau biasanya disebut sesi diskusi.

Diskusi berjalan apa adanya, terlihat berbagai macam karakter orang yang ada, mulai dari pendiam, keras, agak keras, ada juga yang karakternya menyindir halus atau bahasa kerennya satire.

Kejanggalan yang terjadi dari berbagai macam karakter yang telah disebutkan, yakni ketika diskusi sedang berjalan, saling serang dengan argumen pun terjadi. Namun, yang sangat di sayangkan adalah cara saling serang argumen itu bukan tertuju pada apa yang di sampaikan.

Dalam berdebat atau berdiskusi, yang menjadi kesalahan fatal adalah ketika seseorang mengcounter argumentasi dari orang lain, namun yang di counternya adalah pribadi orang tersebut, bukan argumentasinya. Karena dalam berdebat itu harus adil, argumen di balas dengan argumen, bukan malah membalas dengan menyebut prilaku dari orang yang berargumentasi itu, karena itu bukan sebuah etika dalam berdiskusi atau berdebat.

Anehnya, ketika ada yang lebih muda mengeluarkan argumentasinya untuk menolak atau meluruskan argumentasi dari yang lebih tua usianya, maka penolakan pun secara tidak langsung sudah terjadi, penolakan itu bukan hanya tentang mengandalkan usia yang lebih tua, akan tetapi penolakan itu justru mengarah ke sebuah kata "Meremehkan", karena yang lebih tua memegang sebuah rasa konsisten untuk terus taruhan dalam segi usia. Tidak mau kalah dengan yang lebih muda. 

Akibat dari hal-hal yang telah disebutkan itu adalah terjadinya debat kusir. Menurut pribadi saya, debat kusir itu tidak ada habisnya, tidak ada titik terangnya, karena dalam pilosofi seorang kusir ketika bertemu dengan sesama kusirnya, yang terjadi hanyalah sebuah perbincangan yang tak ada habisnya. Contohnya ketika salah seorang kusir mengajak kusir lainnya untuk ngobrol, obrolan pun berjalan lancar, seketika ada penumpang dari kusir yang satunya, maka yang ada adalah kata "besok kita lanjutkan lagi". Maka dari itu semua disebut debat kusir yang tak kenal kata habis atau yang tak tahu bagaimana menyelesaikannya

Fenomena yang kadang-kadang terjadi dikampung itu adalah saling sapa ketika bertemu, dan tidak menutup kemungkinan untuk saling memfitnah ketika tidak ada di hadapannya (tidak bertemu). Karena alasan sebuah ketidak-terimaan terhadap apa yang dia katakan namun tidak dituruti. Ini sudah lumrah, maka jangan heran. Dari berbagai macam sudut pandang atau perspektif yang ada, kebanyakan orang dikampung itu berargumentasi dengan keras dan tekadnya harus dituruti.

Karakter seperti itu biasanya orang yang gila hormat, karena gaya bahasa yang dipakai menggambarkan seseorang itu ingin disegani dan dihormati. Disisi lain, ada juga orang yang memiliki jabatan yang lumayan lah, tidak rendah atau tidak terlalu tinggi, tapi ketinggian gaya bahasanya yang terkadang bisa membuatnya angkuh dan gila hormat. Contohnya dari setiap di adakannya agenda apapun, dia hanya ingin di utakaman, dihormati, dan disegani. Kalau demikian gaya berpikir kita, maka generasi muda akan down, dan tak ada sama sekali untuk mempunyai inisiatif dikepalanya.

Karena sudah terlanjur dibahas masalah inisiatif, maka saya juga sedikit menyinggung masalah kepemimpinan. Oke lanjut, masalah kepemimpinan itu harus diberikan kepada orang yang mempunyai inisiatif yang tinggi, bukan karena dia sebagai sosok pemimpin atau orang terpandang maka semena-mena untuk bertingkah laku, baik itu masalah aktifnya seorang pemimpin maupun masalah yang lain. Akan tetapi ini sama sekali tidak mempunyai sebuah gagasan yang perlu menjadi pengetahuan para bawahannya, ketika gagasan itu ada, maka tinggal didiskusikan saja. Lalu, apakah ketika pemimpin itu tidak pernah aktif, kita sebagai orang awam akan diam saja seribu bahasa? Jawabannya tidak sama sekali, karena orang awam pun setidaknya memiliki gagasan-gagasan yang tak kalah keren dari pemimpin yang tak pernah aktif itu. Ketika gagasan orang awam itu timbul, dan tanpa sepengetahuan sosok pemimpin, maka terkadang akan dipermasalahkan dengan alasan kenapa tidak konsultasi terlebih dahulu ke pemimpin?.

Lucu juga ya, karena disisi lain pemimpin itu harus benar-benar aktif, inisiatif, kreatif, solutif, bahkan inovatif. Bukan malah berdiam diri dan tak pernah aktif. Terkadang kita berpikir keras, namun dengan kerasnya pikiran yang ada, maka yang terjadi hanya sebuah kefatalan dalam berpikir. Yang ada hanya ego, ambisius, dan haus, bahkan semakin gila akan tahta kepemimpinan yang di embannya saat ini.

Pro-kontra dalam kehidupan itu sudah menjadi hal yang biasa. Akan tetapi yang ingin kita kembangkan adalah bagaimana caranya supaya bisa saling mengisi, bukan malah sebaliknya yang saling mencaci.

Hikmah yang bisa kita ambil dan menjadi pelajaran bagi kita adalah, jangan pernah ambisi dalam setiap hal apapun, entah itu menjadi pemimpin, atau menginginkan rasa hormat. Karenanya, kalau ingin dihormati maka hormati pula yang lain. Jadi pemimpin itu harus berinisiatif, jangan pernah kaku, karena yang lain pun akan membantu.

Jangan pernah menganggap remeh setiap orang, bisa saja nalar pikirannya lebih jernih walaupun usianya masih muda.
Hormtailah sesama, untuk apa yang tidak kita sukai maka jangan kita ambil hati.

Wallahu A'lamu Bishshawab

Komentar

Postingan Populer